Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak di Kepanewon Bantul

Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak di Kepanewon Bantul

Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Anak di Kepanewon Bantul – Kapanewon bantul secara resmi telah melakukan pengukuhan Forum Anak Kapanewon Bantul dengan masa bhakti 2024-2025 di aula kantor Kelurahan Kapanewon Bantul.

Hadir dalam pengukuhan tersebut, Panewu Anom Kapanewon Bantul, Perwakilan Pengurus Kelurahan Kapanewon Bantul, dan segenap pengurus forum anak kapanewon bantul.

Kami dari Lembaga Psikologi Terapan Delta diberikan amanah untuk memberikan sosialisasi terkait pencegahan perkawinan anak kepada forum anak kapanewon bantul yang secara resmi telah dilantik.

Salah satu langkah penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak negatif dari perkawinan anak adalah dengan mengkampanyekan pencegahannya. Perkawinan anak menjadi isu penting yang terus digencarkan guna menurunkan angka pernikahan dini. Sosialisasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan edukasi kepada pengurus forum anak bantul. Harapannya mereka bisa membantu menyebarluaskan kepada teman sebayanya tentang pengetahuan pencegahan perkawinan anak.

Masyarakat dapat memahami bahwa perkawinan anak adalah pelanggaran terhadap hak anak untuk berkembang secara optimal dan bukanlah solusi pernikahan dini bukanlah solusi untuk masalah ekonomi atau masalah sosial.  Perkawinan anak tentunya memberikan dampak yang tidak baik, yang mana menyebabkan tercurinya hak anak. Hak anak diantaranya yaitu hak pendidikan, hak untuk bebas dari pelecehan dan kekerasan, hak kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak tidak dipisahkan dari orang tua. Perkawinan anak tidak hanya melanggar hak-hak anak, tetapi juga berpotensi menghambat perkembangan sosial, ekonomi, dan kultur suatu negara.

Sosialisasi disampaikan oleh pemateri dari LPT Delta yaitu Kak Dzihnin selaku psikolog di LPT Delta dengan judul Cerdas dan Mandiri “Cegah Pernikahan Dini, Tingkatkan Prestasi”. Disampaikan bahwa seseorang boleh menikah menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) usia ideal menikah yaitu 20-35 tahun bagi wanita serta 25-40 tahun bagi pria. Seseorang bisa dikatakan melakukan praktek pernikahan dini jika mereka melangsungkan pernikahan dengan usia yang telah berlaku (>18 tahun). Adapun faktor seseorang memutuskan untuk menikah dini yaitu pendidikan orang tua yang rendah, religiusitas rendah, budaya yang ada di lingkungan tersebut, kurangnya edukasi seks di rumah dan di sekolah (pergaulan bebas), ekonomi yang rendah (kemiskinan). Selain itu terdapat dampak negatif yang akan dialami terutama pada wanita, yaitu karena organ reproduksi yang belum matang bisa menyebabkan kematian pada ibu maupun anak dan anak yang dilahirkannya bisa cacat. Tidak sedikit pula sang calon ibu menderita anemia selama mengandung. Tidak hanya dampak biologis yang didapatkan tetapi juga dampak psikologis diantaranya yaitu depresi, munculnya perasaan terisolasi atau tidak mau keluar rumah, ekonomi yang tidak stabil, putus sekolah dan kekerasan rumah tangga (emosi yang belum stabil pada usia remaja memungkinkan adanya kekerasan dalam rumah tangga mereka).

Lalu, bagaimana agar kita bisa mencegah pernikahan dini? Hal yang bisa dilakukan yaitu perbanyak edukasi, taati peraturan pemerintah, sharing dengan orangtua, kembangkan potensi minat & bakat, meningkatkan religiusitas, dan meningkatkan prestasi disekolah maupun luar sekolah. Pernikahan dini merupakan hal yang sangat merugikan khususnya bagi wanita, karena organ reproduksi yang belum matang untuk memiliki keturunan sehingga, memberikan resiko yang besar bagi kesehatannya. Pada usia remaja harusnya masih terus berkembang secara fisik, emosional dan sosial. Namun dengan pernikahan dini menuntut mereka untuk memasuki masa dewasa lebih awal dengan segala resikonya.

Selama sosialisasi berlangsung pengurus forum anak yang baru saja dilantik terlihat antusias mendengarkan, bertanya, bahkan berdiskusi bersama pemateri. Harapannya dengan menginvestasikan upaya sosialisasi ini, diharapkan dapat tercipta perubahan yang signifikan dalam pola pikir mereka dan juga tindakan mereka sebagai remaja terkait dengan perkawinan anak.